JAKARTA – Analis menilai sebagian emiten di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) bukan akan terkena dampak negatif dari penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) ke Indonesia. Oleh akibat itu, penurunan harga jual saham yang digunakan signifikan yang digunakan terjadi pada akhir-akhir ini merupakan kesempatan untuk membeli saham dengan kinerja baik dan juga miliki nilai murah.
Analis Panin Sekuritas, Felix Darmawan menilai struktur perekonomian di tempat Indonesia masih didominasi oleh konsumsi domestik. Sementaraekspor hanya saja berkontribusi sekitar 22% dari hasil domestik bruto (PDB) pada 2024.
Meski menjadi negara tujuan ekspor terbesar nomor 2, namun ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam pada 2024 lalu cuma 9,96% dari total ekspor nasional dengan nilai USD26,31 miliar.
“Ekonomi kita tidak ada identik seperti negara-negara di dalam Eropa, Singapura, Vietnam juga lain-lain yang digunakan mengandalkan ekspor. Sehingga dampak tarif Trump ke kegiatan ekonomi Indonesia akan sangat terbatas,” kata beliau di pernyataannya, Kamis (10/4/2025).
Apalagi, beberapa barang yang mana kerap diimpor oleh Negeri Paman Sam dari Indonesia, sulit diproduksi secara mandiri oleh negeri Paman Sam. Misalnya produk-produk pakaian juga aksesorisnya, akan sulit diproduksi oleh Negeri Paman Sam lantaran ketiadaan tenaga kerja hemat seperti dalam Indonesia.
“Jadi tarif Trump ini akhirnya akan dirasakan warga Negeri Paman Sam sebagai inflasi. Inilah yang digunakan kemudian direspons negatif oleh turunnya bursa Wall Street setelahnya pengumuman tarif Trump,” ujar dia.
Atas kondisi ini, ia menilai dampak tarif Trump terhadap kinerja keuangan emiten di tempat Indonesia akan lebih tinggi terukur, dibandingkan negara lain yang mengandalkan ekspor.
“Mungkin ada dampaknya terhadap emiten yang fokus ekspor ke AS, namun bagi emiten yang mana masih fokus ke di negeri, tentu dampaknya ke kinerja keuangan akan tambahan terbatas,” ujar dia.
Meski demikian, beliau mengingatkan bursa saham pada Indonesia lalu negara lain masih bergerak dengan volatilitas tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh ekspektasi pelaku bisnis bahwa peperangan dagang ini akan meluas, seperti aksi balasan penerapan tarif bea masuk oleh negara lain.