JAKARTA – Perang dagang antara dua dunia usaha terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dengan China, kian memanas. Presiden Donald Trump kembali meninggal tarif impor terhadap China hingga 125 persen pada hari Rabu (9/4) pasca Beijing membalas tarif yang dimaksud lebih banyak dulu dikenakan Amerika Serikat dengan tarif balasan sebesar 84persen.
Organisasi Perdagangan Global (WTO) pun menyuarakan keprihatinannya menghadapi pertempuran tarif kedua negara tersebut. Direktur jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala di sebuah pernyataan mengatakan, meningkatnya ketegangan perdagangan antara kedua negara mengakibatkan risiko signifikan merupakan kontraksi tajam di perdagangan bilateral.
“Proyeksi awal kami menunjukkan bahwa perdagangan barang antara kedua perekonomian ini dapat turun hingga 80 persen,” kata Okonjo-Iweala seperti dilansir AFP, Kamis (10/4/2025).
Dia menambahkan, Amerika Serikat kemudian China bersama-sama menyumbang 3 persen dari perdagangan dunia. Karenanya, konflik antara kedua negara yang disebutkan dapat “sangat merusak prospek perekonomian global”.
Okonjo-Iweala menyampaikan peringatan bahwa perekonomian dunia berisiko terpecah menjadi dua blok, di tempat mana satu akan berpusat dalam sekitar Amerika Serikat dan juga yang mana lainnya pada sekitar China. “Yang menjadi perhatian khusus adalah prospek fragmentasi perdagangan global di dalam sepanjang garis geopolitik. Pembagian sektor ekonomi global menjadi dua blok dapat menyebabkan pengurangan jangka panjang di Produk Domestik Bruto riil global hingga hampir7 persen,” katanya.
Dia pun mendesak semua anggota WTO untuk mengatasi tantangan ini melalui kerja sebanding lalu dialog. “Sangat penting bagi komunitas global untuk bekerja mirip guna menjaga keterbukaan sistem perdagangan internasional,” tegas Okonjo-Iweala.
“Anggota WTO miliki kewenangan untuk melindungi sistem perdagangan yang tersebut terbuka dan juga berbasis aturan. WTO berfungsi sebagai platform digital penting untuk dialog. Menyelesaikan kesulitan ini di kerangka kerja serupa sangatlah penting,” tambahnya.
Seteru antara Amerika Serikat kemudian China kian runcing, akibat tak seperti sikapnya terhadap puluhan negara lain yang dimaksud diberi penundaan pengenaan tarif tinggi, Trump justru meninggal bea masuk berhadapan dengan barang-barang China hingga 104 persen. Kemudian, pada hitungan jam kembali menaikkannya lebih banyak sangat ketika China membalas dengan meninggal tarif menghadapi impor Amerika Serikat hingga 84 persen.
Dalam sebuah unggahan media sosial yang digunakan mengumumkan langkah-langkah tersebut, Trump menyatakan China telah lama dipilih untuk mendapatkan perlakuan khusus lantaran “kurangnya rasa hormat yang mana ditunjukkan China terhadap Pasar Dunia”.
Pasar saham Amerika Serikat sudah pernah merosot sekitar 10 persen pada seminggu terakhir dikarenakan meningkatnya ketegangan perdagangan, tetapi melonjak setelahnya Trump mengumumkan jeda penerapan tarif impor resiprokalnya.